The Papua Traveling

Asyiknya Jalan-Jalan ke Tanah Papua

 
BERITALINGKUNGAN.COM
Environment News Blog
News Blog
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Menikmati Kelapa Muda di Tepian Teluk Yotefa
Kamis, 25 Desember 2008


Dalam perjalanan pulang dari Kota Jayapura menuju Wisma Universitas Cenderawasih Abepura, tempat kami menginap selama mengadakan riset media di Papua. Saya bersama Dominggus Mampioper (Kontributor VHR wilayah Papua) menyempatkan diri singgah di sebuah pondok di Jalan Skyline yang lokasinya tepat di perbatasan Kota Jayapura dan Abepura.

Pondok itu dikelola seorang ibu paruh baya yang bernama Yance Inggame, ditempat ini Ibu Yance mengais rejeki dari para pengguna jalan yang sempat singgah istrahat sambil menikmati air kelapa muda. Dengan uang 5000 rupiah kita sudah bisa menikmati satu gelas kelapa muda di Tepian Teluk Yotefa. Ibu Yance juga menyediakan menu kelapa muda yang dicampur sirup, susu dan es batu dijual Rp 10.000 pergelas.




Dari atas pondok ini, kita bisa melihat gugusan pulau yang lautnya tenang dan membiru dan terletak di teluk Yotefa yang memiliki dua kampung bernama Tobati dan Enggros, daerah ini masih termasuk dalam distrik kota Jayapura Selatan. Diperkirakan sekitar 100 Kepala Keluarga (KK) mendiami kedua kampung ini. Pesona lautnya berwarna biru membuat setiap mata yang memandang di sepanjang Jalan Syline.


Di sebelah kanan terbentang gunung Vim yang kaya akan keanaeragaman hayati seperti cemara papua, pohon matoa, merbau dan kera ekor panjang yang konon dibawa tentara Amerika saat perang dunia dunia II. Peninggalan perang dunia II lainnya adalah kapal perang Jepang yang karam di sekitar pesisir kaki gunung Vim. Di sebelah teluk Yotefa terbentang sebuah pulau besar yang tak lain adalah negara Papua New Gini (PNG).


Penduduk Tobati dan Enggros lebih senang dipanggil sebagai orang Enggros. Kata Enggros sendiri berarti Kampung Yang Kedua. Engg artinya Tempat dan Ros artinya Dua. Sedangkan kampung pertama adalah Tobati.

Orang Enggros meyakini bahwa mereka berasal dari nenek moyang mereka berasal dari Gunung Mer. Gunung yang tegak berdiri di hadapan Kampung Enggros dan terletak di dalam teluk Yotefa, dan teluk Yotefa terletak di dalam teluk Humbolbay. Ini yang membuat tempat ini menjadi menarik karena di dalam teluk di dalam teluk.


Awalnya tempat ini bernama Numbay, yang artinya tempat tinggal. Tetapi kemudian Pemerintah Belanda mengganti nama Numbay menjadi Holandia, saat Papua bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dibawah komando Soekarno nama Holandia diganti menjadi namanya jadi Soekarnopura dan kemudian berubah nama lagi pada Pemerintah Soeharto menamai Irian Jaya


Menurut penuturan salah seorang tokoh masyarakat Papua, Marthen Drunyl seperti dikutip majalah Flash (8/11), Orang Enggros terbagi mendiami beberapa tempat, seperti di Yobe, Asei, Tablasupa dan Kayu Batu. Hal ini bermula dari nenek moyang mereka Mer, yang mempunyai 12 anak-anak dan seorang anak perempuan.

Sang kakak melanggar hukum adat, yaitu mengawini adik perempuan bungsunya. Akibat dari perbuatan ini, sang kakak dan adik diusir dari Enggros. Mereka kemudian menempati daerah dipinggiran Danau Sintani yang bernama Yobe. Yobe artinya kampung kedua sama seperti arti dari Enggros.


Pada awalnya seluruh teluk Yotefa merupakan daratan hutan rimba, yang ada hanya kolam kecil dan airnya bersumber dari mata air Pulau Msumo (sekarang pekuburan Tobati), dan satu lagi di pinggir kampung Enggros yang kemudian mengalir ke laut. Tetapi karena kesalahan manusia, daratan ini dihantam ombak yang menyerupai dua hantu. Kedua hantu ini memporak-porandakan seluruh daratan dengan air laut sehingga terbentuklah pulau-pulau seperti Pulau Debi, Pulau Msumo, Pulau Hamadi, Kayu Pulo, Kayu Batu, Pulau Holtekam hingga ke Pulau di Vanimo, PNG.


Pada bulan-bulan tertentu terutama bulan Juni-September sering terjadi musim air surut di sekitar kampung Topati dan Enggros terbentang hamparan pasir laut berwarna coklat. Kesempatan ini dimanfaatkan warga setempat untuk bermain bola kaki, bola volley, lomba layang-layang dan lain sebagainya.”Beberapa pemain bola yang memperkuat tim Persipura berasal dari pulau ini, salah satunya adalah Fison Merauje (mantan penjaga gawang Persipura),”ungkap Dominggus yang juga aktif mengelola salah satu blog bola di wordpress. Dan bagi penggemar ski tanjung Kasuari dan Ciberi adalah pilihan yang tepat.


Bagi yang ingin menghabiskan waktu liburan, Enggros bisa menjadi pilihan yang tepat bagi Anda. Kita bisa menumpang perahu motor dari Dermaga. Pasar Yotefa untuk sampai di Enggros. Waktu yang dibutuhkan hingga ketujuan hanya sekitar 15 menit dengan biaya Rp 10.000, tak perlu repot-repot bawa makanan. Kita tinggal memesan ikan apa saja, warga Enggros akan menyediakannya. Tak hanya itu kita juga dapat menikmati kelapa muda di pesisir kampung Enggros yang memiliki laut yang tenang dan membiru. Enak tenang !!! *** (Marwan)

Enjoying Young Coconut Bay on edge Yotefa

In return trip from the city of Jayapura Wisma Abepura Cenderawasih University, where we stayed during the research the media in Papua. I shared Dominggus Mampioper (Contributor VHR Papua region) self layover in a hut on Skyline Road the location right in the border city of Jayapura and Abepura.

Hut it managed a part-old mother named Yance Inggame, at this Mother Yance Rejeki paw of the user who had a stop in the road while enjoying istrahat young coconut water. 5000 dollar with the money we are able to enjoy a glass of young coconut in the Bay edge Yotefa. Yance mother also provides the young coconut mixed with syrup, milk and ice cubes sold Rp 10,000.

From the top of the hut, we could see a group of islands the marine head and go and is located in the bay Yotefa which has two villages called Tobati and Enggros, this area is still included in the district south of the city of Jayapura.

Estimated at the Head of Family 100 (KK) both inhabit this village
. Marine blue eyes that make each look at along Syline.

On the right side of the mountain range that Vim akan rich biodiversity such as pine papua, tree matoa, merbau monkey tails and long tongues of men brought the American army during world war II world. Survival of the world war II, the other is a Japanese war ship wreck in the mountains around the coastal foot Vim. In the bay Yotefa spread a large island that no other country is Papua New Guini (PNG).

Population Tobati Enggros and more happy people called Enggros. The word itself means Enggros Both the village. Engg artinya Tempat dan Ros artinya Dua. Place Engg means and means Ros Two. While the village is the first Tobati.

Enggros person believes that they came from their fathers originating from Mount Mer. Mountain that stood upright in front of Village Enggros and is located in the bay Yotefa, and Yotefa bay located in bays Humbolbay. This makes this place to be interesting because in the bay in the bay.

Originally this place called Numbay, which means a place to stay. But then change the name of the Government of the Netherlands Numbay become Holandia, while Papua join in the Republic of Indonesia, under the command Soekarno Holandia name changed to his name so Soekarnopura and then changed the name again on the Government of Soeharto named Irian Jaya

According to one of the Papuan community leaders, as quoted Drunyl Marthen Flash magazine (8 / 11), divided Enggros People inhabit some places, such as in Yobe, Asei, Tablasupa Wood and Stone. This begins from their fathers Mer, which has 12 children and a daughter.

Sisters violate the law, the women make a brother. As a result of this act, the older sister and younger brother expelled from Enggros. They then occupied the Lake Sintani called Yobe. Yobe is the same as the two villages of Enggros.

Initially, the entire bay is Yotefa jungle mainland, which have only a small pond and the water comes from springs Msumo Island (now Tobati cemetery), and one on the edge of the village Enggros then flows to the sea. But because of human error, this land the two ghost-like. Both this ghost all land with sea water so that terbentuklah islands such as Pulau Debi, Msumo Island, Hamadi Island, Pulo Wood, Wood Stone, Holtekam Island to Island in Vanimo, PNG.

On certain months, especially in June-September season often occurs in the water around the village Topati and outward Enggros carpet sea sand brown. Used this opportunity for local people to play foot ball, volley ball, kite competitions and so on. "Some of the soccer players to strengthen the team Persipura come from this island, one of which is Fison Merauje (former goalkeeper Persipura)," said the Dominggus also actively manages one of the ball in the wordpress blog. And for ski fans and Ciberi Kasuari peninsula is the right choice.

For those who want to spend leisure time, Enggros can be the right option for you. We can ride the boat's motor Dermaga. Yotefa to market until the Enggros. The time needed to only about 15 minutes with a cost of Rp 10,000, need not trouble bring food. We live fish any book, people Enggros akan provide. Not only that, we also can enjoy the young coconut in the coastal village Enggros with a sea of calm and go.Nice quiet! *** (Marwan)
posted by tim blogger @ 08.56   0 comments
Papua landing (Mendarat Papua)

Mendapatkan tugas penelitian konflik dan kekerasan berbasis surat kabar di Papua bagi saya merupakan kesempatan yang menyenangkan. Disamping bisa memahami berbagai permasalahan konflik yang membelit masyarakat Papua mulai dari konflik saparatisme hingga konflik antara masyarakat dan kekerasan rumah tangga (KDRT).

Dibalik konflik Papua yang terkadang membuat pening kepala pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya memikirkan jalan keluarnya. Keindahan alam Papua menawarkan sejuta kedamaian, pesonanya membentang dari ketinggian hutan hingga kedalaman samudera.

Keindahan alam Papua mulai terlihat ketika Pesawat Merpati yang kami tumpangi sesaat akan mendarat di Bandara Sentani Abepura. Dibalik awan tampak vegetasi hutan yang menghijau, teluk Sentani juga terlihat jelas dari kaca jendela pesawat.

Bersama dua rekan peniliti lain, Lia Ratna Palupi Nasution dan Abdul Azis (LP3ES), kami mendarat di Papua pada tanggal 2 Desember 2008 sekitar pukul 16.00 WIT dengan menumpangi pesawat Merpati.

Pesawat yang kami tumpangi Alhamdulillah mendarat dengan mulus. Pertama sekali menginjakan kaki di tanah Papua, saya bersama Lia dan Azis mengabdikan keindahan Bandara Sentani dikelilingi hutan tropis yang masih tampak alami dengan menggunakan kamera digital.

Sejak mendarat di Sentani, kami mulai mencoba mencari surat kabar lokal, namun tak satupun koran lokal maupun nasional yang ditemui di Bandara. Setelah mengamankan barang-barang kami, Azis segera mencari mobil sewaan yang akan mengantar kami menuju ke kampus lama Universitas Cenderawasih (UNCEN) di Abepura.

Tak lama kemudian Azis menginformasikan bahwa Ia sudah mendapatkan mobil sewaan. Mobil kijang itu dikemudikan oleh Pak Ilyas, sopir asal Makassar yang sudah 20 tahun merantau dan menetap di Papua. Perjalanan kami dari Bandara Sentani menuju Abepura memerlukan waktu kurang lebih 30 menit. Di tengah jalan kami berhenti sesaat di Danau Sentani, setelah mengambil beberapa gambar, kami melanjutkan perjalanan menuju kampus UNCEN. Atas arahan dan petunjuk Pak John Rahel (Dosen UNCEN), kami akhirnya menginap di wisma UNCEN selama penelitian. (WAN)

.......

Papua landing

Getting the task of research-based conflict and violence in Papua newspaper for me is a fun opportunity. In addition to understand various problems which involve community conflict Papua saparatisme from conflict to conflict between people and domestic violence (domestic violence).

Behind the Papua conflict sometimes make the head swim, and government stakeholders have other way out. Natural beauty of a million Papua offer peace, forest extends from a height of up to ocean depths.

Papua natural beauty look starts when our Aircraft Merpati tumpangi akan landed right in the Sentani Airport Abepura. Behind the cloud forest vegetation appears to be, Sentani bay also clearly visible from the window glass plane.

Together with two other colleagues peniliti, Ratna Palupi Lia Nasution and Abdul Azis (LP3ES), we landed in Papua on 2 December 2008 at approximately 16:00 WIT with Merpati.

Aircraft Alhamdulillah we landed with. Firstly foot in the land of Papua, with Lia, and I Azis subjugate Sentani Airport, surrounded by beautiful tropical forest that still looks natural with the digital camera.

Since landing in Sentani, we began to try to find the local newspaper, but none local and national newspapers found in the Airport. Once secure the goods we, Azis soon find a car hire that will take us to the old campus of the University of Cenderawasih (UNCEN) in Abepura.

Not long after Azis informed that he has to get a car rental. Cars that deer be steered by Mr. Ilyas, the original driver that is 20 years old wander and settle in Papua. We travel from the Sentani Airport Abepura takes approximately 30 minutes. In the middle of the road we stopped right on Lake Sentani, after taking some pictures, we continue the journey to the campus UNCEN. Up direction and guidance Pak Rachel John (Lecturer UNCEN), we finally stayed at home during UNCEN research. (WAN)
posted by tim blogger @ 08.13   1 comments
Burung Kasuari (Casuarius casuarius)


Indonesian Burung Kasuari (Casuarius casuarius) is also known as the Southern Cassowary, third largest bird in the world after the African ostrich and the emu, is a native of the eastern part of the Indonesian archipelago, the Irian Jaya province and the surrounding Islands, basically Papua-New Guinea. Also inhabits the uppermost forested areas of Australia.
THIS IS A FEROCIOUS BIRD, THE ONLY MAN-KILLING BIRD I KNOW!!! The 2004 Guiness Book of Records definatelly classifies cassowary as the most dangerous bird for humans. It is considered extremelly dangerous and treated like larger carnivorous mammals in handling.
While it doesnt eat the humans, the trumendeous ammount of muscular force combined with the mechanical of its weapons (steel beak and crested helmet that can crack skulls and claws to match) alonside amazing natural abilities like fast running or high jumping. Attacking cassowaries charge and kick, sometimes jumping on top of the victim. Unlike emus, which reputedly kick backwards, cassowaries can kick in a forward and downward direction. They may also peck, barge, or head-butt. The commonest injuries they cause in humans are puncture wounds, lacerations and bone fractures and also death as a cause of the mentioned.
Recorded victims are not only between the native islands but also amongst zoo keepers. Here is some macabrous literature:
http://www.asij.ac.jp/elementary/projects/aussy/crispin.htm

http://www.amazingaustralia.com.au/animals/cassowary-attacks.htm

STILL, the cassowary is not as much of a threat to humans as the other way around since loss of habitat, hunting, dogs and especially road kill decreased the number to the point where this animal became highly endangered and made it into the Red List, and efforts are made to preserve its existence for the future generations. (treknature.com)

Kasuari Gelambir-ganda atau dalam nama ilmiahnya Casuarius casuarius adalah salah satu burung dari tiga spesies Kasuari. Burung dewasa berukuran besar, dengan ketinggian mencapai 170cm, dan memiliki bulu berwarna hitam yang keras dan kaku. Kulit lehernya berwarna biru dan terdapat dua buah gelambir berwarna merah pada lehernya. Di atas kepalanya terdapat tanduk yang tinggi berwarna kecoklatan. Burung betina serupa dengan burung jantan, dan biasanya berukuran lebih besar dan lebih dominan.

Burung Kasuari mempunyai kaki yang besar dan kuat dengan tiga buah jari pada masing-masing kakinya. Jari-jari kaki burung ini sangat berbahaya karena diperlengkapi dengan cakar yang sangat tajam. Seperti umumnya spesies burung-burung yang berukuran besar, burung Kasuari Gelambir-ganda tidak dapat terbang.

Populasi Kasuari Gelambir-ganda tersebar di hutan dataran rendah di Australia, pulau Irian dan pulau Seram di provinsi Maluku. Spesies ini merupakan satu-satunya burung di marga Casuarius yang terdapat di benua Australia. Pakan burung Kasuari Gelambir-ganda terdiri dari aneka buah-buahan yang terjatuh di dasar hutan.

Burung Kasuari biasanya hidup sendiri, berpasangan hanya pada waktu musim berbiak. Anak burung dierami dan dibesarkan oleh burung jantan.

Penangkapan liar dan hilangnya habitat hutan mengancam keberadaan spesies ini. Kasuari Gelambir-ganda dievaluasikan sebagai rentan di dalam IUCN Red List.(wikipedia)



posted by tim blogger @ 05.40   0 comments
Koteka- Papua



Koteka Papua.

The koteka, horim, or penis sheath is a phallocrypt or phallocarp traditionally worn by native male inhabitants of some (mainly highland) ethnic groups in western New Guinea to cover their genitals. They are normally made from a dried out gourd, Lagenaria siceraria, although other species, such as Nepenthes mirabilis, are also used. They are held in place by a small loop of fiber attached to the base of the koteka and placed around the scrotum. There is a secondary loop placed around the chest or abdomen and attached to the main body of the koteka. Men choose kotekas similar to ones worn by other men in their cultural group. For example, Yali men favour a long, thin koteka, which helps hold up the multiple rattan hoops worn around their waist. Men from Tiom wear a double gourd, held up with a strip of cloth, and use the space between the two gourds for carrying small items such as money and tobacco. (wikipedia)


Koteka Papua yang dijual di Kampung Hamadi Kota Jayapura, Photo : Lia Palupi

Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya penduduk asli pulau Papua. Koteka terbuat dari kulit labu (Lagenaria siceraria). Isi dan biji labu tua dikeluarkan, kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna pakaian, berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai. Sebagian menyebutnya holim atau horim.

Tak sebagaimana anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya. Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam upacara adat.

Namun demikian, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.

Seiring waktu, koteka tak lagi dipakai. Apalagi benda ini dilarang di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cenderamata.

Di kawasan pegunungan, seperti Wamena, koteka terkadang dipakai, namun untuk kepentingan wisata dan ekonomi. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai, orang lebih sulit lagi menemukannya.

Operasi Koteka

Sejak 1950-an, para misionaris mengampanyekan pengunaan celana pendek sebagai penganti koteka. Ini tidak mudah. Suku Dani di Lembah Baliem saat itu terkadang mengenakan celana, namun tetap mempertahankan koteka.

Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye antikoteka digelar.

Pada 1971, dikenal istilah "operasi koteka" dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk. Akan tetapi karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit. (wikipedia)

posted by tim blogger @ 03.56   0 comments
About Me

Name: tim blogger
Home: Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
  • Iddaily
  • Insurance News
  • Gold Mining
  • Hotel Condo Resort
  • Craft and Furniture
  • Fan Gears
  • Car Pictures
  • Easy Light Digital
  • Education News
  • Auto Part
  • Phones and Accessories
  • Free PDF
  • Powered by

    BLOGGER

    © 2006 The Papua Traveling .Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Car Pictures